DIGITAL LIBRARY



JUDUL:PENGHENTIAN PENYIDIKAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA
PENGARANG:NOVAN ARISANTO SUMARNA
PENERBIT:UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TANGGAL:2020-12-01


RINGKASAN

(Novan Arisanto Sumarna, 2020, 41 Halaman)

Proses penyidikan yang dihentikan oleh penyidik ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sedangkan dasar hukum penghentian penyidikan berdasarkan Pa sal 109 Ayat (2) KUHAP karena tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa bukan tindak pidana, atau penyidikan dihentikan demi hukum. Penerbitan SP3 dalam pemeriksaan terhadap pelaku dalam gangguan jiwa dikarenakan alasan demi hukum. Penerbitan SP3 merupakan tindakan kepolisian selaku penyidik yang tidak ada dasar hukumnya dalam praktik penegakan hukum pada saat menangani perkara yang dilakukan oleh orang dalam gangguan jiwa atas dasar dengan petunjuk dari penuntut umum karena penyidik dan penuntut umum memiliki hubungan instansional, karena sisten peradilan (integrated criminal justice system) yang dikenal di Indonesia ialah suatu keadaan dimana terjalinnya hubungan yang bersifat fungsional dan instansional antara penyidik dan penuntut uumum.

Tindakan penyidik yang berbasis pada keterangan ahli jiwa dan ditindaklanjuti dengan pembantaran dan perawatan di rumah sakit jiwa, secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya pemasungan terhadap orang yang mengalami gangguan jiwa. Dengan tindakan perawatan di rumah sakit jiwa, masyarakat dapat terlindungi dari perbuatan pelaku yang berbahaya, dan pelaku dapat mendapatkan perawatan kesehatan jiwa.

Tindakan penyidik dalam menghentikan penyidikan tidak bertentangan dengan Pasal 44 KUHP karena, dalam Pasal 44 KUHP ayat (1) sudah jelas bahwa Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.

Berkas PDF
NODOWNLOAD LINK
1FILE 1



File secara keseluruhan dapat di unduh DISINI