Perkembangan sektor jasa konstruksi di Indonesia semakin lama semakin
meningkat seiring dengan perkembangan teknologi khususnya di bidang
konstruksi. Majunya teknologi tersebut tentunya harus diimbangi dengan
kompetensi para pekerja konstruksi sehingga bisa bersaing dengan tenaga kerja asing. Salah satu caranya adalah dengan memberikan sertifikat kompetensi kepada pekerja konstruksi yang diatur dalam sebuah Undang-undang jasa konstruksi, yaitu UUJK no. 18 tahun 1999.
Dalam perjalanannya permasalahan sertifikasi pekerja konstruksi timbul karena
kurangnya kesadaran dan tanggung jawab terhadap aturan yang mengatur syarat
dan ketentuan untuk mendapatkan sertifikat kompetensi. Jalan pintas untuk
memperoleh sertifikat kompetensi akhirnya menjadi solusi yang berakibat pada
permasalahan dilapangan. Namun tidak semua pekerja konstruksi yang tidak
memiliki sertifikat kompetensi hasil pekerjaannya jelek. Hal ini berdasarkan hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa kualitas pekerja konstruksi tersebut adalah cukup memadai.
Dari hasil pembahasan, Output “Test Statistics” dapat disimpulkan bahwa sertifikat kompetensi pekerja konstruksi tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja
proyek konstruksi. Hasil uji data dengan analisa Wilcoxon Signed Rank Test
menunjukan bahwa nilai Asymp.Sig. (2-tailed) untuk pertanyaan tentang waktu,
biaya, kualitas, kepuasan dan potensi adalah 0,000 atau < 0,05 yang artinya “HO”
Diterima. Sedangkan untuk pertanyaan tentang dampak hasil pekerjaan adalah
Asymp.Sig. (2-tailed) bernilai 1,000 yang artinya > 0,05 yang artinya “HO” ditolak. Keberadaan sertifikat kompetensi pekerja konstruksi membawa pengaruh
terhadap kinerja proyek konstruksi pada umumnya. Namun kalau dilihat dari nilainya memang tidak terlalu besar akan tetapi tetap ada perbedaannya
Kata Kunci : Pengaruh Sertifikat Kompetensi, Jasa Konstruksi