Bahwa penerbitan Sertifikat Hak Milik atas tanah pada pokoknya harus memenuhi aturan aturan norma yang telah di tetapkan dalam hal pendaftaran tanah, di antaranya di dalam kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali, dilakukan pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak tersebut beserta dengan pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, norma serta kaidah hukum sendiri merupakan ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannnya dengan sesamanya atau dengan lingkungannya. Bahwa munculnya dua sertifikat dalam obyek yang sama umumnya terjadi karena adanya tindakan yang tidak sesuai dengan Norma yang telah di tentukan, karena hal tersebut tentu di awali dari adanya perbuatan melawan hukum, baik perbuatan melawan hukum yang memang telah di rencanakan oleh Badan Pertanahan Nasional ataupun perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak lain di luar Pegawai/ Pejabat pertanahan di lingkungan BPN yang akhirnya mengecoh Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengeluarkan sertifikat baru/ ganda atas obyek yang sama.

Upaya Hukum Dalam Perspektif Kepastian Hukum Dalam hal terjadinya sengketa pertanahan para pihak yang ingin membuktikan kepemilikan tanah yang ternyata ada dua sertifikat berbeda tersebut adalah miliknya tentu tetap harus sejalan dengan norma dan kaidah- kaidah hukum yang telah di tentukan, agar upaya hukum yang akan di lakukannya memang menjadi suatu upaya yang benar dan tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain, karena jika upaya tersebut dilakukan tidak sejalan dengan kaidah hukum atau aturan hukum maka bisa saja upaya tersebut akan memberikan dampak negatif serta merugikan bagi semua pihak tidak terkecuali si pencari keadilan yang berjuang membuktikan kepemilikan atas tanah tersebut.