Penyimpanan dan pengelolaan bahan pustaka pada perpustakaan telah berkembang menjadi penyimpanan virtual sehingga sebagian ruang perpustakaan telah berubah menjadi ruang berkumpulnya pemustaka. Akhirnya, perpustakaan mengalami perluasan makna menjadi pusat aktivitas. Namun, perpustakaan terlanjur ditinggalkan oleh masyarakat karena stigma mereka yang masih melihat perpustakaan sebagai tempat penyimpanan buku. Untuk merespon hal itu, perpustakaan perlu melakukan perubahan inovatif dengan menata ulang program dengan mengkombinasikan program baru berupa makerspace yang berperan sebagai ‘ruang praktik’ yang memunculkan kebegaraman aktivitas. Penggabungan makerspace pada perpustakaan ini dilakukan dengan metode disprogramming yang dirancang dengan konsep fleksibilitas arsitektur untuk mewadahi kombinasi program tersebut. Hal ini membuat perpustakaan memiliki peran baru sebagai pemberdayaan masyarakat melalui hasil produksi pemustaka. Dengan ini, perpustakaan tidak lagi dipandang sebagai tempat penyimpanan buku semata, tetapi sebagai pusat aktivitas yang berdampak positif pada kehidupan masyarakat.