DIGITAL LIBRARY



JUDUL:PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DITINJAU DARI ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH
PENGARANG:BAYU DWI PUTRA
PENERBIT:UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TANGGAL:2022-06-09


 

Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pengaturan dan penerapan asas pembuktian terbalik dalam perkara tindak pidana korupsi. 2) Untuk mengetahui dan menganalisis apakah pelaksanaan sistem pembuktian terbalik dalam perkara tindak pidana korupsi di Indonesia bertentangan dengan Asas Praduga Tidak Bersalah. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif bersifat prespektif analitis dengan tipe penelitian yang digunakan adalah antinomi (conflict norm). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan terhadap undang-undang, buku-buku, artikel-artikel, jurnal untuk kemudian dilakukan analisis terhadap teori pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi.

 

 

 

Dari hasil penelitian dan pembahasan terhadap permasalahan yang diangkat setidaknya dapat ditarik kesimpulan. Pertama, Pengaturan pembuktian terbalik tindak pidana korupsi dimulai dari UU No. 3 Tahun 1971 yang secara eksplisit sudah mencantumkannya di dalam Pasal 17. Dalam perkembangannya UU No. 31 Tahun 1999 juga mengatur mengenai pembuktian terbalik yaitu di dalam Pasal 37. Namun kebijakan di dalam formulasi pembuktian terbalik tersebut belum bisa mewakili keadaan dan situasi dalam penanganan tipikor saat itu dimana korupsi termasuk kejahatan luar biasa yang sudah merugikan keuangan negara. Dikeluarkannya UU No. 20 Tahun 2001 memberikan arah kebijakan yang lebih jelas yaitu dengan adanya penyempurnaan formulasi pembuktian terbalik. Implikasinya adalah adanya dua jenis sistem pembuktian terbalik yang terkandung dalam undang-undang ini, yaitu pembuktian terbalik terbatas berimbang dan pembuktian terbalik murni/penuh. Kedua, Tentang hubungan antara sistem pembuktian terbalik dengan asas praduga tidak bersalah, bahwa hanya sistem pembuktian terbalik yang absolut atau murni-lah yang bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah. Namun demikian, antara sistem pembuktian terbalik dan asas praduga tidak bersalah sebenarnya dapat berjalan beriringan dan saling melengkapi apabila didukung oleh kemampuan dan pengetahuan aparat penegak hukum yang mumpuni. Progresifitas hukum harus kita pandang sebagai proses pengembangan dan pembangunan hukum yang tidak sekedar sebagai wujud pelaksanaan aturan, namun sebagai perwujudan esensi dasar hukum sebagai sarana manusia untuk memperoleh kebahagiaan dan keadilan secara utuh.

 

Berkas PDF
NODOWNLOAD LINK
1FILE 1



File secara keseluruhan dapat di unduh DISINI