DIGITAL LIBRARY



JUDUL:PENGATURAN IZIN PENGAMBILAN DOKUMENTASI BERUPA FOTO/VIDEO SELAMA PERSIDANGAN BERLANGSUNG DI PENGADILAN
PENGARANG:SITI NOOR JANNAH
PENERBIT:UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TANGGAL:2022-06-15


 

PENGATURAN IZIN PENGAMBILAN DOKUMENTASI BERUPA FOTO/VIDEO SELAMA PERSIDANGAN BERLANGSUNG DIPENGADILAN

Siti Noor Jannah

ABSTRAK

 

Penelitian hukum ini merupakan penelitian terhadap asas-asas hukum atau bisa juga disebut dengan penelitian hukum normatif. Bertolak dari fenomena yang terjadi di masyarakat yakni kegiatan mendokumentasikan proses persidangan baik itu dalam wujud merekam video maupun mengambil gambar. Pada dasarnya kita mengenal adanya asas ‘sidang terbuka untuk umum’. Akan tetapi karena tindakan-tindakan dari oknum yang melakukan dokumentasi cenderung menciderai marwah pengadilan bahkan sampai dengan mencoreng martabat hakim dan tidak sesuai dengan contempt of court, maka kemudian Mahkamah Agung membentuk Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Peradilan. Tujuan penelitian ini adalah guna menelaah mengenai kekurangan-kekurangan dalam PERMA tersebut yang berhubungan dengan proses peradilan di pengadilan.

Menurut hasil penelitian ini, penulis menemukan bahwa: Pertama, pengaturan mekanisme permohonan izin untuk melakukan dokumentasi di pengadilan selama persidangan berlangsung sejatinya merupakan salah satu upaya untuk menjaga kehormatan peradilan. Hanya saja pengaturan yang baku dan jelas mengenai mekanisme tersebut masih belum diatur dengan jelas di dalam PERMA No. 5 tahun 2020 yang menjadi landasan hukum perizinan dokumentasi. Kedua, PERMA No. 5 Tahun 2020 memang telah mengatur mengenai persyaratan agar seseorang dapat melakukan dokumentasi, akan tetapi pengaturan tersebut juga masih belum matang karena mungkin dibuat dengan buru-buru. Oleh sebab itu agar nantinya aturan hukum mengenai proses dokumentasi persidangan ini dipatuhi dan dijalankan dengan tertib, maka perlu ada beberapa revisi-revisi pada PERMA No. 5 Tahun 2020 tersebut.

Kata Kunci : Contemp of Court, Persidangan, Dokumentasi.


 

RINGKASAN

 

PENGATURAN IZIN PENGAMBILAN DOKUMENTASI BERUPA FOTO/VIDEO SELAMA PERSIDANGAN BERLANGSUNG DI PENGADILAN

(Siti Noor Jannah: 2022, 42 Halaman)

Dokumentasi persidangan merupakan hal yang lumrah dilakukan tidak hanya oleh para wartawan/jurnalis tetapi bahkan oleh para praktisi hukum yang hadir di persidangan. Hal ini dikarenakan dokumentasi persidangan baik itu berupa foto maupun video, keduanya sangat membantu untuk proses pembelajaran atau analisa terhadap suatu kasus yang sedang berlangsung. Undang-undang kita telah mengatur mengenai adanya persidangan yang memang boleh didokumentasikan dengan yang tidak boleh, salah satunya dengan adanya asas Persidangan Terbuka Untuk Umum. Akan teapi, karena semakin berkembangnya zaman dan minat masyarakat terhadap praktek pengadilan dan kasus-kasus pidana semakin tinggi maka terkadang pihak-pihak luar turut serta melakukan dokumentasi persidangan untuk kepentingan mereka amsing-masing. Sayangnya, kebebasan dalam mengikuti dan mendokumentasikan jalannya persidangan terkadang menimbulkan kerusuhan yang menciderai marwah persidangan bahkan martabat hakim. Guna menghindari terjadinya hal-hal semacam itu maka kemudian Mahkamah Agung memutuskan untuk mengeluarkan suatu acuan hukum dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Peradilan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ilmiah ini ialah :

1.     Bagaimana pengaturan mekanisme permohonan izin untuk mendokumentasikan persidangan di pengadilan?

2.     Bagaimana sanksi hukum untuk merekam video atau memfoto persidangan tanpa izin?

Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dan terdiri dari empat bab. Adapun pada Bab 3 yang berisi pembahasan penulis mencoba mengelaborasi materi yang telah penulis himpun kedalam tinjauan Pustaka di Bab 2. Pada proses persidangan yang berlangsung di pengadilan, baik itu persidangan perdata, pidana, maupun TUN, kesemuanya tentu memiliki aturan-aturan hukum yang berlaku mengatur mengenai tata cara berlangsungnya proses persidangan. Demikian pula mengenai prosedur pemberian izin untuk melakukan dokumentasi selama proses persidangan berlangsung, baik itu dalam bentuk video maupun foto.

Berdasarkan Surat Edaran (selanjutnya disingkat menjadi SE MA) tersebut, latar belakang dikeluarkannya SE MA tersebut ialah karena kurang tertibnya penegakan aturan dalam menghadiri persidangan di pengadilan-pengadilan negeri sebagaimana seharusnya yang telah ditentukan dalam berbagai ketentuan peraturan perundangan dan adanya tindakan di ruang sidang yang mengganggu jalannya persidangan serta untuk menjaga marwah pengadilan. SE MA tersebut dibuat untuk mengantisipasi hal-hal tersebut. Maksud dan tujuan diberlakukannya SE MA ini adalah untuk adanya persamaan pemahaman, khususnya bagi aparat pengadilan dan bagi para pencari keadilan pada umumnya dalam mengikuti proses persidangan di ruang sidang sehingga terlaksana persindangan yang efektif, aman, tertib dan bermartabat di pengadilan-pengadilan negeri.

Isi SE MA tersebut terbagi menjadi tiga poin, mengutip poin I angka 3 Surat Edaran tersebut, menyatakan; “Pengambilan foto, rekaman suara, rekaman TV harus seizin Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan,”.[1] Pada konsiderannya SE larangan ini di latar belakangi anggapan bahwa penegakan aturan dalam menghadiri persidangan kurang berjalan sebagaimana mestinya. Pengunjung acap kali tidak tertib meskipun sudah ada tata tertib menghadiri persidangan. Selain ada tindakan mengganggu persidangan yang dilakukan oknum tertentu, salah satu yang mendapat perhatian publik adalah tindakan seorang pengacara yang mengayunkan ikat pinggang ke majelis hakim.[2] 

Kemudian SE MA tersebut dicabut dan digantikan dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Peradilan yang secara garis besar disusun berdasarkan SE MA No. 2 tahun 2020 tersebut, yakni bertujuan untuk menjaga marwah persidangan. Peraturan Mahkamaha Agung (Selanjutnya disingkat sebagai PERMA No. 5 Tahun 2020) sendiri merupakan produk hukum  yang berlaku secara informal,[3] yakni bagipenyelenggaraperadilan yang ada di bawah lingkup Mahkamah Agung termasukperadilan umum, peradilanagama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Namun ada juga yang berpendpatbahwa PERMA tidak hanya mengikat Internal, sepanjang aturan yang dibuat menyinggunglembaga negara yang lain. Pengaturan di dalam Peraturan Mahkamah Agung mengenai larangan dokumentasi persidangan di pengadilan tanpa izin sebenarnya juga mengikuti pengaturan mengenai contempt of court atau delik ketidaktaatan atau ketidakhormatan terhadap pengadilan dan pejabatnya dalam bentuk perilaku yang menentang atau menentang otoritas, keadilan, dan martabat pengadilan. Sehingga sejatinya pengadilan berwenang untuk mengambil tindakan terhadap perbuatan-perbuatan yang tidak menyenangkan dan dianggap menghina peradilan.

Adapun hasil dari penelitian panjang yang penulis lakukan berujung pada kesimpulan yakni :

1.        Pertama, Penulis menyimpulkan bahwa pada permasalahan pertama yakni mengenaibagaimana prosedur permohonan izin untuk mendokumentasikan persidangan di pengadilan jika dilihat dari asas-asas persidangan yakni salah satunya ialah asas persidangan terbuka untuk umum maka sebenarnya tidak perlu lagi untuk diproses perizinan untuk pendokumentasian persidangan. Akan tetapi, guna menjaga kehormatann persidangan mengingat Negara Indonesia juga mengakui adanya contempt of court, maka penulis berkesimpulan bahwa dengan perkembangan zaman maka tindakan terhadap proses dokumentasi persidangan layak untuk mulai diatur didalam suatu aturan perundang-undangan. Hal ini bertujuan agar persidangan yang berlangsung meski terbuka untuk umum tetap berlangsung hikmat dan menghormati keberadaan Majelis Hakim itu sendiri.

2.         Kedua, Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terkait rumusan masalah kedua yaitu tentang sanksi yang diberikan apabila seseorang melanggar aturan mengenai larangan dokumentasi persidangan yang diatur didalam PERMA No. 5 Tahun 2020, masih terdapat kekosongan hukum yakni tidak adanya aturan baku yang mengatur mengenai bagaimana prosedur pengajuan izin untuk dokumentasi persidangan dan bagaimana sanksi yang akan dikenakan apabila aturan tersebut dilanggar. Menurut kesimpulan penulis sanksi merupakan unsur hukuman yang sangat penting agar suatu aturan hukum tersebut ditaati dan dihormati. Sehingga alangkah lebih baik jika aturan hukum yang ada lebih disempurnakan lagi yakni dengan mengatur mengenai prosedur dan sanksi nya apabila dilanggar.



[1]Republik Indonesia, 2020, Surat Edaran Dirjen Badan Peradilan Umum No. 2 tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan.

[2]Faiq Hidayat, 2019, “Sabet Hakim Pakai Ikat Pinggang, Eks Pengacara TW dituntut BUI 8 Bulan.” Artikel dari https://news.detik.com/berita/d-4811440/sabet-hakim-pakai-ikat-pinggang-eks-pengacara-tw-dituntut-8-bulan-bui diakses pada 03 Desember 2021.

[3]Nur Sholikin, Loc.Cit.

Berkas PDF
NODOWNLOAD LINK
1FILE 1



File secara keseluruhan dapat di unduh DISINI