DIGITAL LIBRARY



JUDUL: KEDUDUKAN PENETAPAN TERSANGKA DIKAITKAN DENGAN OBJEK PRAPERADILAN
PENGARANG:BUNGA NUUR MILLA SARI
PENERBIT:UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TANGGAL:2022-06-16


Dalam Rangka menciptakan keamanan dan ketertiban dalam suatu masyarakat maka sangat diperlukan penegak hukum dimana dalam hal ini pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertujuan untuk melindungi, mengayomi, dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.Permasalahan dalam penegakan hukum yang sering terjadi dari zaman kolonial Belanda hingga setelah kemerdekaan adalah mengenai upaya paksa yang dilakukan oleh para pejabat penegak hukum, terutama penyidik dan penuntut umum. Ketentuan Hukum acara pidana yang berlaku di masa itu, Herziene Indische Reglement (HIR), kurang memberikan perlindungan terhadap hak asasi tersangka atau terdakwa dan di dalamnya tidak terdapat ketentuan batasan kewenangan terhadap penyidik dan penuntut umum dalam menjalankan tugasnya. Hal ini seringkali menimbulkan tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum dalam setiap upaya paksa yang dilakukan dengan mengabaikan hak asasi dari tersangka atau terdakwa sedangkan yang bersangkutan hanya bisa pasrah menerima setiap tindakan tersebut karena tidak memiliki hak dan upaya hukum apapun yang tersedia baginya untuk melawan kesewenang-wenangan aparat penegak hukum yang menimpadirinya.

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif terdapat dalam peraturan perundang-undangan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.[1] Metode ini juga digunakan agar dapat melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil penelitian, koran, majalah, situs internet dan sebagainya.Hasil penelitian ini adalah : Pertama, Sesungguhnya syarat bukti permulaan yang cukup sebagai sekurang-kurangnya dua alat bukti sebagaimana ditentukan dalam pasal di atas, sejalan dengan “prinsip minimum pembuktian” yang diatur dalam pasal 183 KUHAP. Pasal ini menentukan bahwa seseorang baru dapat dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana, bila hakim berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Pengujian secara formal demikian, terkait dengan eksistensi praperadilan itu sendiri, sebagai pranata hukum acara yang dilahirkan untuk menguji apakah tindakan penegak hukum dalam proses peradilan pidana, telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku Kedua, Pemeriksaan sah atau tidaknya Surat Penghentian Penyidikan Perkara atau SP3 merupakan salah satu lingkup wewenang praperadilan. Pihak penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan permintaan pemeriksaan (praperadilan) tentang sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan. Permintaan tersebut diajukan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (pasal 1 angka 10 huruf b jo. pasal 78 KUHAP).


 

Berdasarkan ketiga metode penafsiran tadi terhadap pengaturan praperadilan, pernyataan hakim berdasarkan beberapa pertimbangannya, bahwa penetapan tersangka termasuk objek pemeriksaan praperadilankarena merupakan upaya paksa, telah melampaui batas kewenangan. KUHAP bukan tidak mengatur tentang penetapan tersangka sebagai objek pemeriksaan praperadilan, tapi KUHAP telah tidak menentukan bahwa penetapan tersangka sebagai upaya paksa. Oleh karena bukan upaya paksa, maka dia tidak termasuk dalam objek pemeriksaan praperadilan.

 

 

Kata Kunci :Kedudukan Penetapan Tersangka , Objek Praperadilan



Berkas PDF
NODOWNLOAD LINK
1FILE 1



File secara keseluruhan dapat di unduh DISINI