DIGITAL LIBRARY



JUDUL:PERBEDAAN JUMLAH UANG SUAP YANG TERDAPAT PADA SURAT DAKWAAN DAN SURAT TUNTUTAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
PENGARANG:ADITYA ANANDA PRATAMA M
PENERBIT:UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TANGGAL:2022-06-22


ADITYA ANANDA PRATAMA

 

ABSTRAK

Hukum memiliki arti penting dalam setiap aspek kehidupan, pedoman tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan manusia yang lain, dan hukum yang mengatur segala kehidupan masyarakat Indonesia.Setiap tindakan warga negara diatur dengan hukum, setiap aspek memiliki aturan, ketentuan dan peraturannya masing-masing. Korupsi bukanlah hal yang asing lagi di negeri ini. Korupsi di Indonesia bahkan sudah tergolong extra-ordinarycrime atau kejahatan luar biasa karena telah merusak, tidak saja keuangan Negara dan potensi ekonomi Negara, tetapi juga telah meluluhkan pilar-pilar sosio budaya, moral, politik, dan tatanan hukum keamanan nasional.Korupsi mampu melumpuhkan pembangunan bangsa. Dalam masyarakat, praktik korupsi ini dapat ditemukan dalam berbagai modus operandi dan dapat dilakukan oleh siapa saja, dari berbagai strata sosial dan ekonomi. Indonesia sebenarnya telah memiliki peraturan mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi sejak tahun 1971, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun karena peraturan ini dianggap sudah tidak mampu lagi mengikuti perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat maka terbitlah UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian direvisi melalui UU Nomor 20 Tahun 2001 pada beberapa pasalnyaAdanya Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) menjadi harapan bagi bangsa Indonesia dalam memberantas korupsi, namun, pemberantasan kasus korupsi tetap mengalami kesulitan, langkah-langkah pemberantasannya masih tersendat-sendat sampai sekarang. Korupsi sudah merupakan penyakit yang telah kronis menjangkiti dan belum dapat disembuhkan hingga saat ini yang menyebar ke seluruh sektor pemerintah bahkan sampai ke perusahaan-perusahaan milik negara.

 

Hasil penelitian ini adalah : Pertama,Surat dakwaan dapat diubah baik atas inisiatif penuntut umum sendiri maupun merupakan saran hakim. Perubahan itu harus berdasarkan syarat yang ditentukan KUHAP. Perubahan surat dakwaan hanya dapat dilakukan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan dimulai. Dalam hal ini KUHAP mengatur tentang kemungkinan perubahan itu secara sederhana pula. Hanya satu pasal saja yang mengatur tentang perubahan surat dakwaan yaitu Pasal 144 yang terdiri atas tiga ayat. Di situ hanya diatur tentang jangka waktu yangdiperbolehkan untuk mengubah surat dakwaan. Sama sekali tidak disebut-sebut tentang Kedua, Pengubahan surat dakwaan dengan tujuan menyempurnakan sebagaimana dimaksud Pasal 144 adalah dimaksudkan untuk menghindari surat dakwaan batal demi hukum di sidang pengadilan. Maka penuntut umum menempuh jalan yang selama ini sudah terjalin dengan pengadilan, yaitu memanfaatkan ketentuan Pasal 12 ayat (2) UU No.15 Tahun 1961 yang menyatakan : “Dalam surat tuduhan kurang memenuhi syarat-syarat, jaksa wajib memperhatikan saran-saran yang diberikan hakim sebelum pemeriksaan di persidangan dimulai”. Hal ini berarti bahwa kebebasan hakim dalam menilai surat dakwaan telah dibatasi sedemikian rupa atau hakim telah dipengaruhi terlebih dahulu akan kesalahan terdakwa, akan tetapi semata-mata untuk menghindari kesalahan yang sebelumnya tidak disadari atau tidak diketahui oleh penuntut umum.

Berkas PDF
NODOWNLOAD LINK
1FILE 1



File secara keseluruhan dapat di unduh DISINI