Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa urgensi penyatuan kewenangan membuat akta tanah ke dalam jabatan Notaris. Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum normatif. Tipe penelitiannya adalah doctrinal research. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan Undang-Undang (Statue Approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Hasil penelitian: Pertama, Ratio legis atas lahirnya aturan tentang kewenangan jabatan notaris dalam membuat akta tanah mengacu kepada berbagai persoalan keagrariaan dan sengketa pertanahan yang masih terjadi di Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memandang penting masalah penyelesaian sengketa pertanahan dan konflik agraria ini, sehingga harus dilakukan harmonisasi seluruh Undang-Undang sektoral pertanahan agar tidak bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 sebagai lex generalis peraturan perundang-undangan bidang agraria. Kedua, Politik Hukum Pemerintah berkaitan dengan tumpang tindih kewenangan membuat akta tanah antara Notaris dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah, adalah dengan memberikan kewenangan atribusi kepada Notaris untuk dapat membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan yang mempunyai tujuan untuk menciptakan adanya unifikasi jabatan antara Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah, sehingga seorang yang berhak dan sudah diangkat menjadi seorang Notaris akan otomatis juga akan menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah. Namun tujuan pemerintah tersebut hingga saat ini masih belum bisa terlaksana dengan baik, hal itu karena masih adanya disharmonisasi antara peraturan perundang-undangan yang mengatur jabatan notaris dengan antara peraturan perundang-undangan yang mengatur jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, sehingga masih terdapat tumpang tindih kewenangan yang terjadi di antara kedua jabatan tersebut.