DIGITAL LIBRARY



JUDUL:KEDUDUKAN SAKSI YANG MENGETAHUI DALAM PERKARA PIDANA TANPA MENGALAMI PERISTIWA PIDANA
PENGARANG:ST FITRAH RAMDHANA
PENERBIT:UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TANGGAL:2023-07-07


RINGKASAN

 

ST. Fitrah Ramdhana, Januari 2023. KEDUDUKAN SAKSI YANG MENGETAHUI DALAM PERKARA PIDANA TANPA MENGALAMI PERISTIWA PIDANA. Skripsi. Program Sarjana Program Studi Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, 53 halaman. Pembimbing Utama:  Prof Dr. H.M Erham Amin S.H M.H, Pembimbing Pendamping: Dr. Anang Sophan Tornado S.H M.H.

 

Sistem pembuktian, dalam hukum acara pidana (KUHAP) maupun HIR terdapat persamaan dalam cara menggunakan alat butki, yang termuat dalam Pasal 183 KUHAP dan Pasal 294 (1) HIR. Testimonium de auditu yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar dari orang lain. Pengaturan mengenai tidak diakuinya kesaksian de auditu dan kriteria orang yang dapat memberikan keterangan saksi masih dapat menimbulkan persoalan karena belum jelasnya pengaturan de auditu di dalam KUHAP. Acara hukum pidana keterangan saksi sangat penting untuk membantu aparat penegak hukum supaya mengetahui kebenaran suatu peristiwa perkara pidana dan menentukan kemana arah putusan hakim. Dan juga menjelaskan bahwa sumpah tampak memiliki peranan penting dalam pandangan masyarakat luas. Tujuan penelitian 1) Kedudukan Saksi Yang Mengetahui Dalam Perkara Pidana Tanpa mengalami  Peristiwa Pidana menurut Pasal 1 ayat  27 KUHAP. 2) Keabasahan secara pidana acara dari keterangan saksi kedudukan keterangan saksi yang tanpa mengetahui peristiwa pidana Menurut Pasal 1 ayat  27 KUHAP. Jenis Penelitian penelitian hukum normative dan sifat penelitian ini bersifat deskriptif, tipe penelitian ini yang digunakan adalah mengkaji peraturan perundang-undangan, literatur dan referensi lain yang berkaitan dengan gejala sosial). Pengumpulanbahanhukum, pendekatan yuridis normatif.

HasilPenelitianmenunjukkan,bahwa

1.        Kedudukan Saksi Yang Mengetahui Dalam Perkara Pidana Tanpa mengalami  Peristiwa Pidana menurut Pasal 1 ayat  27 KUHAP bahwa “Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan pengetahuannya itu”. Saat seorang saksi yang mengetahui dalam perkara pidana tanpa mengalami  peristiwa pidana maka dapat dikategorikan pada saksi ahli namun yang diharapkan dalam pasal 1 butir 27 itu adalah mereka yang langsung semuanya merasakan baik mendengar atau melihat secara langsung dan mengalaminya. Oleh karena itu jika dikembalikan pada kedudukannya masih dianggap sah karena dapat dikategorikan pada saksi karena termasuk dalam mendengarkan dan melihat. Oleh karena, maka dapat disimpulkan dasar memberikan keterangan atas dasar hal-hal yang menjadi penyebab atau hal-hal yang diketahui sesuai bidang keahliannya yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa. Keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 Angka 28 KUHAP). Bukti penguat adalah keterangan ahli tidak perlu diperkuat, dengan alasan tidak mengenal adanya asas unus testis nullus testis. Bentuk penyampaian keterangan yaitu dapat memberi keterangan lisan maupun tertulis. Urgensi pada tahap penyidikan bahwa pemeriksaan ahli tidaklah semutlak pemeriksaan saksi. Mereka dipanggil atau diperiksa apabila penyidik “menganggap perlu” untuk pemeriksaan (Pasal 120 ayat (1) KUHAP).

2.        Kebasahan secara pidana acara dari keterangan saksi kedudukan keterangan saksi yang tanpa mengetahui peristiwa pidana Menurut Pasal 1 ayat  27 KUHAP, hal ini sah saat memberikan keterangan/kesaksian palsu diancam dengan hukum Allah sebagai dosa besar. Dengan memberikan keterangan palsu berarti telah turut berbuat kekacauan, menghilangkan hak orang lain, menipu orang lain dan bahkan menipu terhadap hati nuraninya sendiri, serta menyebabkan timbulnya permusuhan dan kebencian di antara sesama manusia. Dengan menyadari fungsi saksi ahli dan adanya ancaman hukuman bagi saksi palsu, akan menimbulkan rasa tanggung jawab yang kuat sekaligus merupakan dorongan bagi diri saksi untuk bersikap jujur dalam memberikan kesaksiannya.  Keabsahannya bahwa dari segi hukum positif saksi ahli sangatlah dibutuhkan untuk membuat terang suatu perkara dimuka persidangan, dan untuk mempermudahkan hakim dalam membuat keputusan. Dan saksi ahli menurut hukum positif juga telah diatur dalam KUHAP Pasal 184. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa saksi ahli dalam pembuktian perkara pidana perspektif hukum positif adalah merupakan bagian dari keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah dan diakui di dalam Pasal 184 Ayat 1 KUHAP.

 

Kata kunci: Kedudukan Saksi yang Mengetahui, Perkara Pidana, Tanpa Mengalami Peristiwa Pidana.

Berkas PDF
NODOWNLOAD LINK
1FILE 1



File secara keseluruhan dapat di unduh DISINI