Dalam konteks penyelesaian narkotika, restorative justice dapat diterapkan sebagai cara untuk menangani kasus-kasus kejahatan narkotika yang terjadi. Pendekatan ini dapat melibatkan berbagai pihak yang terkait, seperti pelaku kejahatan, korban, keluarga, dan masyarakat. Salah satu contoh penerapan restorative justice dalam penyelesaian kasus narkotika adalah dengan mengadakan pertemuan antara pelaku kejahatan dan korban, yang dapat diawasi oleh mediator atau fasilitator. Dalam pertemuan ini, pelaku kejahatan dapat menyampaikan permintaan maaf dan berusaha memperbaiki hubungan dengan korban. Sementara itu, korban dapat memberikan pengampunan dan menerima permintaan maaf tersebut. Jenis Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif. Penelitian normatif merupakan penelitian hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan, dengan menganalisis suatu permasalahan hukum melalui peraturan perundangundangan, buku dan juga bahan literasi lainnya yang berhububungan dengan Peraturan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Penyelesaian Kasus Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang dilakukan dengan Restorative Justice menaruh implementasi restorative justice yang membutuhkan kreativitas kejaksaan (jaksa penuntut umum) untuk mengembangkan program-program restoratif, sehingga dapat meminimalisir penyelesaian perkara di pengadilan. Dalam konteks itu, kejaksaan dituntut untuk mendayagunakan atau membangun strategi-strategi atau pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada masalah (problemoriented approach). UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur dan memberi jalan keluar, “jalan tengah”, terhadap pendekatan hukum dan pendekatan kesehatan dengan memberikan pengganti hukuman penjara dengan hukuman rehabilitasi kepada penyalah guna narkotika.

Kata kunci (keyword): Restorative Justice, Narkotika, UU No.35 Tahun 2009