Perjanjian kredit merupakan syarat yang harus dipenuhi jika seseorang ingin mengajukan pinjaman kepada pihak kreditur. Perjanjian kredit ini harus berdasarkan persetujuan kedua belah pihak dan didasarkan kepercayaan antara kedua belah pihak. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang Perjanjian Kredit Yang Mengandung Unsur Pemalsuan Dalam Perspektif Hukum Pidana. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan menganalisis peraturan yang terdapat dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana dengan Undang-Undang Perbankan, kemudian di cari tahu sanksi yang menyangkut perjanjian kredit yang mengandung pemalsuan ada atau tidak diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Penelitian skripsi ini juga menggunakan bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, hukum sekunder sebagai penegas atau pelengkap dalam menganalisis penelitian ini, dan hukum tersier merupakan pelengkap yang sifatnya memberikan petunjuk atau penjelasan tambahan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, Menurut hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: Pertama, akibat dari perjanjian kredit yang mengandung pemalsuan menurut hukum pidana ialah perjanjian itu dinyatakan dapat dibatalkan oleh hukum dan juga pihak yang melakukan perbuatan pemalsuan perjanjian kredit ini dapat dikenakan pasal 264 ayat (2). Kedua, pertanggungjawaban pidana dalam perjanjian kredit yang mengandung pemalsuan yang dilakukan oleh debitur hanya terdapat pada KUHP. Debitur yang memenuhi unsur kesalahan, maka debitur tersebut dapat diminta pertanggungjawaban pidananya yang diatur dalam KUHP. Sedangkan, dalam UU No. 10 tahun 1997 jo. UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan belum terdapat ketentuan yang mengatur tentang pertanggungjawaban pidana pemalsuan dalam perjanjian kredit yang dilakukan oleh debitur.

Kata Kunci : Perjanjian Kredit, Pemalsuan, Hukum Pidana