Banyaknya pekerja anak terutama dalam sektor informal di Indonesia melahirkan peraturan yang berkaitan dengan pekerja anak, salah satunya UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa anak dibawah 18 tahun dilarang untuk bekerja. Selain itu, berdasarkan UU No. 20/1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 138 mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja, usia minimum anak dapat bekerja adalah 15 tahun, dijelaskan pula mengenai keadaan tertentu yang memperbolehkan anak untuk memiliki pekerjaan. Meskipun ada beberapa peraturan tersebut, kenyataannya masih banyak anak yang bekerja dan kehilangan haknya sebagai anak, salah satunya anak yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Pekerja rumah tangga anak adalah salah satu bentuk pekerjaan terburuk bagi anak karena rentan dieskploitasi, membahayakan kesehatan fisik dan mentalnya, serta tumbuh kembangnya karena kondisi tempat mereka bekerja. Rumah pribadi seseorang adalah tempat mereka bekerja yang merupakan tempat kerja yang tertutup sehingga sulit untuk mengetahui atau mengawasi anak yang bekerja.

Walaupun pemerintah telah melakukan upaya perlindungan hukum dengan adanya peraturan yang melarang ataupun memberi syarat untuk melindungi dan memenuhi hak pekerja rumah tangga anak seperti dengan adanya UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, serta dalam UUD 1945 yang mengemukakan pengakuan terhadap hak anak berupa hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, tetapi perlindungan hukum itu masih bersifat umum dan belum ada peraturan khusus mengenai pekerja rumah tangga anak. Oleh karena itu, tanggung jawab negara Indonesia terhadap pekerja rumah tangga anak dapat diwujudkan adanya melalui penyusunan undang-undang dan peraturan khusus.

Kata Kunci (keyword): pekerja rumah tangga anak, perlindungan hukum, hak asasi manusia