Tujuan penelitian ini adalah Pertama, untuk menganalisis pengaturan mengenai penggunaan dokumen copy dari copy sebagai alat bukti; Kedua, mengetahui dampak penggunaan dokumen copy dari copy dalam Putusan Nomor 91/Pdt.G/2022/PN.BJM. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan pengetahuan mengenai hukum acara perdata khususnya hokum pembuktian. Dalam pengadilan, pembuktian dilakukan dengan menggunakan alat bukti yang ditetapkan oleh undang-undang, seperti surat, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Surat, termasuk surat akta dan bukan akta, memiliki peran penting sebagai alat bukti. Jika surat asli tidak tersedia, fotokopi dapat digunakan dengan keterangan atasnya yang sah dan pastinya cocok dengan aslinya. Dalam Penulisan ini, masalah yang diangkat adalah penggunaan dokumen copy dari copy sebagai alat bukti dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dampaknya pada putusan Nomor 91/Pdt.G/2022/PN.BJM.

Hasil penelitian terdiri dari dua poin penting. Pertama, pengaturan ini dapat ditemukan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 701 K/Sip/1974 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 112 K/Pdt/1996 tanggal 17/9/1998 yang mengizinkan penerimaan fotokopi sebagai alat bukti selama dapat dicocokan dengan aslinya. Namun, dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 112 K/Pdt/1996, juga terdapat pengecualian jika tidak dapat dicocokkan dengan aslinya, harus dikuatkan dengan alat bukti lain. Kedua, dalam Putusan Nomor 91/Pdt.G/2022/PN.BJM, kedua belah pihak menyajikan alat bukti berupa copy yang tidak dapat dicocokkan dengan aslinya. Namun, beban pembuktian lebih dahulu dibagi kepada Penggugat. Dalam hal ini, Penggugat dan Tergugat sama-sama mengajukan alat bukti berupa dokumen copy dari copy. Akibatnya, Majelis Hakim Perkara Aquo menilai Penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya.

Kata Kunci : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Alat Bukti Dokumen Copy dari Copy