Penelitian ini bertujuan untukmenganalisis apa saja peran Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 khususnya terhadap hak pelaku pertunjukan, dan untuk menganalisa mengenai inkonsistesi pasal 9 dan pasal 23 ayat 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014. Jenis Penelitian yang digunakan adalah Jenis Penelitian hukum normatif. Sifat penelitian ini bersifat hukum normatif preskriptif memberikan panduan atau petunjuk tentang tindakan yang seharusnya diambil oleh pembuat kebijakan, hakim, atau pihak lain yang terlibat dalam proses pembentukan atau penegakan hukum. Ini bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan efektivitas sistem hukum.

Menurut Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa: Pertama, Perubahan dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 ke Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, khususnya dalam konteks hak pelaku pertunjukan di Indonesia, memberikan perlindungan hukum yang lebih komprehensif dan jelas. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 memberikan hak eksklusif kepada pelaku pertunjukan untuk mengendalikan dan memperoleh manfaat dari karya pertunjukan mereka, serta melarang penggunaan tanpa izin. Hal ini memberikan dorongan positif bagi para pelaku pertunjukan untuk lebih aktif dalam industri kreatif, menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan inovasi. Kedua, Singaktnya Inkonsistensi antara Pasal 9 dan Pasal 23 ayat 5 dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan fokus pada kasus perselisihan antara Ahmad Dhani dan Once Mekel tentang hak pelaku pertunjukan dalam konteks hak cipta. Meskipun pada pandangan awal terlihat ada konflik antara keduanya, interpretasi yang lebih holistik mengungkap bahwa kedua pasal tersebut sebenarnya mencerminkan keseimbangan antara perlindungan hak cipta dengan akses masyarakat terhadap seni dan budaya. Ini menunjukkan kompleksitas dalam menangani isu hak cipta di era digital yang terus berkembang.