DIGITAL LIBRARY



JUDUL:TIDAK SEPERTI YANG KAU HARAPKAN: MASKULINITAS BERACUN PADA LAKI-LAKI PELAKU COSPLAY ANIME JEPANG
PENGARANG:MUHAMMAD AIDIN NOOR
PENERBIT:UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TANGGAL:2024-06-20


      Berkembangnya suatu teknologi dan sumber informasi maka semakin mempermudah banyaknya jenis pertukaran budaya yang masuk, khususnya budaya Jepang yang masuk di Indonesia. Maskulinitas muncul akibat adanya konstruksi sosial dari masyarakat. Kemunculan laki-laki sebagai pelaku cosplay memunculkan pandangan baru dari masyarakat mengenai maskulinitas. Masyarakat menyadari dengan adanya perubahan perilaku yang dialami laki-laki, maka akan memunculkan suatu permasalahan di masyarakat. Masyarakat mengkonstruksikan laki-laki harus memiliki jiwa kepemimpinan, tidak boleh menangis, merawat kulit, menggunakan tata rias (make up) dan warna baju selain hitam, putih dan abu-abu. Tujuan dari adanya penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku apa saja yang direpresentasikan oleh laki-laki sebagai pelaku cosplay anime Jepang dan mengetahui bagaimana perlakuan masyarakat (pro dan kontra) terhadap fenomena tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi.

            Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat julukan (labelling) yang diberikan masyarakat kepada para pelaku cosplay serta adanya perubahan makna yang selama ini telah menjadi sebuah konstruksi sosial masyarakat menjadi sebuah dekonstruksi sosial (perubahan makna baru). Penelitian ini menggunakan teori labelling (Lamert) dan dekonstruksi sosial (Derrida). Pelaku cosplay (laki-laki) mengakui bahwa crossdress adalah cara mereka untuk menyalurkan hobi serta mengekspresikan diri di tengah gempuran masyarakat yang selalu menuntut laki-laki memiliki jiwa maskulin. Sedangkan masyarakat masih menganggap hal ini masih belum bisa diterima sepenuhnya karena melihat adanya pembatasan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Labelling yang diberikan diantaranya adalah wibu bau bawang dan introvert, laki-laki yang cosplay aneh, banci dan bencong, cabul hingga fanservice dan merupakan bagian dari LGBT yang dianggap sebagai penjahat seksual. Dekonstruksi sosial yang didapat adalah tidak semua maskulin selalu dikaitkan dengan bentuk tubuh dan perilaku, melainkan tujuan dan bagaimana cara mereka berperilaku di lingkungan sekitar.

Kata Kunci: Maskulinitas, Cosplay, Crossdress, Labelling dan Dekonstruksi Sosial

Berkas PDF
NODOWNLOAD LINK
1FILE 1



File secara keseluruhan dapat di unduh DISINI