SURYONO. 2019. CRIMINAL POLICY ON ACTION TO OBSTRUCT LEGAL PROCESS IN CORRUPTION CRIME ERADICTION ACT. Master of Law Program, Postgraduate Program, Lambung Mangkurat University, Supervisor: Dr. H. F.A. Abby, S.H., M.Hum. and Co-supervisor: Dr. Hj. Nurunnisa, S.H., M.H., 127 pages.

                                                                   ABSTRACT

Keywords: Corruption Crime, Obstruction of Justice, Judicial Process.

This research applies normative legal process, type of the research is vague norm, and approaches used are statute approach, conceptual approach, and case approach. The characteristic of the research is prescriptive using primary, secondary, and tertiary legal resources obtained through library research. Then those materials are processed and analyzed qualitatively to find out the problem solving, and then ended with conclusions.

The results of the research and the analysis are firstly, the distinction of the formula of the article regulating the crime of hampering judicial process or obstruction of justice is vague norm because the phrase “(prevent, hamper, or  cause to fail directly or indirectly)” itself can arise various meanings as found in Article 21 of Act Number 31 of 1999 Jo Number 20 of 2001 concerning  Eradication of Corruption Crime. Secondly, the action to hamper the judicial process or obstruction of justice is someone’s action to hamper legal process. Since this action to hamper is an unlawful action, it is clear that it is against law enforcement. It is to obstruct the judicial process which includes the process of investigation, prosecution, and trial before the court. So it can be categorized as an action of obstruction of justice.

SURYONO. 2019. KEBIJAKAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN MENGHALANG – HALANGI PROSES HUKUM DALAM UNDANG – UNDANG TINDAK PIDANA PEMBERANTASAN KORUPSI. Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Lambung Mangkurat, Pembimbing Utama : Dr. H. F. A. Abby, S.H.,M.Hum. dan Pembimbing Pendamping : Dr. Hj. Nurunnisa, S.H., M.H. Halaman.127.

                                                                      Abstrak

Bila melihat isi dari ketentuan dalam pasal 21 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 Jo No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak Pidana Korupsi masih terdapat kekurangan dikarenakan yang dimaksud dengan obstruction of justice adalah mengganggu proses hukum secara utuh yang artinya proses peradilan mulai dari sejak dilakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengadilan sampai dengan tahap proses eksekusi putusan pengadilan. Sehingga dalam pasal 21 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 Jo No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak Pidana Korupsi tersebut perlu diuraikan kembali makna dari frasa “(mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung)” yaitu perbuatan apa saja yang mengakibatkan terganggunya proses peradilan.

Dari hasil penelitian dan pembahasan terhadap permasalahan yang diangkat setidaknya dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, perbedaan rumusan pasal yang mengatur tentang tindak pidana menghalangi proses peradilan atau obstruction of justice kekaburan norma yang ada pasal itu sendiri karena frasa kata “(mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung)” itu sendiri bisa menimbulkan berbagai macam makna seperti yang ada pada pasal 21 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 Jo No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak Pidana Korupsi. Kedua, perbuatan menghalangi proses peradilan atau obstruction of justice merupakan suatu tindakan seseorang yang menghalangi proses hukum, karena tindakan menghalang-halangi ini merupakan perbuatan melawan hukum yang sudah jelas menentang penegakan hukum. Karena yang dihalangi adalah proses peradilan apakah penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan. Sehingga dapat dikategorikan sebagai perbuatan menghalangi proses peradilan.

Kata Kunci : Tindak Pidana Korupsi, Menghalang-halangi, Peradilan.