DIGITAL LIBRARY



JUDUL:PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PEMILIK KAPAL SAAT BERLAYAR TANPA SURAT PERSETUJUAN BERLAYAR
PENGARANG:ROBBI ZIDNA ILMA
PENERBIT:UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TANGGAL:2019-06-18


ROBBI ZIDNA ILMA. 2019. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMILIK KAPAL SAAT BERLAYAR TANPA SURAT PERSETUJUAN BERLAYAR. Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Lambung Mangkurat, Pembimbing Utama : Dr. H. F. A. Abby, S.H.,M.Hum. dan Pembimbing Pendamping : Dr. Helmi, S.H., M.Hum. Halaman.104.
 
Abstrak
 
Dilema seorang Nahkoda Kapal yang di perintahkan pemilik Kapal saat berlayar tanpa Surat Persetujuan Berlayar, Karena ada dua pilihan yang harus di pilih, apakah harus mengikuti peraturan perundang-undangn yang akan menyebabkan dirinya tidak bekerja lagi karna melawan perintah dari Owner (Pemilik Kapal Perusahaan Pelayaran) atau mengikuti perintah dari Owner (Pemilik Kapal Perusahaan Pelayaran) dengan ketentuan jika tertangkap petugas dilapangan yang akan membawanya kepada sanksi Pidana 5 (lima) tahun dan denda Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta) Rupiah, sedangkan pemilik kapal/Owner yang tadinya memerintahkan nahkoda untuk berlayar tanpa surat persetujuan berlayar tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana oleh pihak petugas penegak hukum.
 
Smpai saat ini masih terdapat perbedaan-perbedaan pendapat dari penegek hukum dalam penangannan kasus tindak pidana pelayaran tersebut di atas, dimana sebahagian penegak hukum berpendapat pemilik kapal tidak dapat di kategorikan sebagai tindak pidana berdasarkan asas legalitas dan delik pasal tersebut mengandung unsur delik  Propria dimana tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu, bukan delik Communia delik yang dilakukan oleh setiap orang pada umumnya,  karena subjek pada Pasal 323 ayat (1) Undangundang Republik Indonesia No. 17 tahun 2008 adalah Nahkoda, dan sebagian penegak hukum juga berpendapat bahwa Pemilk Kapal dapat dijerat kedalam presfektif penyertaan sebagai dasar memperluas dapat dipidananya orang yang tersangkut dalam terwujudnya delik dengan  penyertaan pidana sebagai dasar untuk memperluas pertanggungjawaban pidana selain pelaku yang mewujudkan seluruh isi delik. Sehingga saat ini dalam penegakkan hukum terdapat variasi putusan yang berbeda terhadap tindak pidana pelayaran kususnya pada ketentuan delik pasal 323 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran.
 
Apabila kelemahan-kelemahan pada permasalahan  tersebut diatas tidak dilakukan pembaharuan terhadap kebijakan hukum pidana mengenai aturan terkait tindak pidana pelayaran kususnya pada ketentuan delik pasal 323 ayat (1) Undangundang Republik Indonesia No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran  dimasa yang
akan datang, maka akan menjadi sebuah dilema bagi seorang Nahkoda Kapal yang di perintahkan pemilik Kapal untuk berlayar tanpa Surat Persetujuan Berlayar, apakah harus mengikuti peraturan perundang-undangn yang akan menyebabkan dirinya tidak bekerja lagi karna melawan perintah dari Owner (Pemilik Kapal Perusahaan Pelayaran) atau mengikuti perintah dari Owner (Pemilik Kapal Perusahaan Pelayaran) dengan ketentuan jika tertangkap petugas dilapangan yang akan membawanya kepada sanksi Pidana 5 (lima) tahun dan denda Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta) Rupiah sebagaimana dimaksud dalam pasal 323 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran.
 
Kata Kunci : Pertanggungjawaban, Tindak Pidana, Surat Persetujuan Berlayar

Berkas PDF
NODOWNLOAD LINK
1FILE 1



File secara keseluruhan dapat di unduh DISINI