DIGITAL LIBRARY



JUDUL:ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG SYARAT PERKAWINAN DALAM TINJAUAN HAK ASASI MANUSIA
PENGARANG:ASEP MAULANA MALIK
PENERBIT:UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TANGGAL:2019-10-31


Tujuan dari penelitian skripsi ini adalahuntuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam memutus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017serta untuk mengetahui putusan Mahkamah Konstitusi tentang perkawinan ini sudah sesuai dengan hak asasi manusia tentang anak. Menurut hasil dari penelitian skripsi ini menunjukkan bahwa : Pertama, Bahwa dasar pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perkara Nomor 22/PUU-XV/2017 , Bahwa didalam putusan ini Hakim berpendapat Bahwa Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap UUD 1945 yang berbunyi, “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.” telah memberi dasar hukum bahwa “anak” yang berumur 16 dapat dinikahkan, dan dalam konteks ini lebih spesifik pada “anak perempuan” yang berumur 16 tahun.terdapat kekurangan yang belum sesuai dengan permintaan para pemohon yang hanya di terima sebagian oleh hakim, seperti Para pemohon menginginkan untuk melaksanakan diberlakukan syarat seperti surat siap untuk melahirkan, telah melaksakan kewajiban 12 tahun belajar tentang syarat umur minimal perkawinan. Dalam waktu perubahan ini hakim menyatakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan masih berlaku sampai dengan dilakukannya perubahan sesuai tenggang waktu sebagaimana yang sudah ditentukan dalam putusan ini, yaitu 3 tahun setelah keluarnya putusan ini agar ketidakpastian hukum perlindungan hak anak tidak terus terjadi akibat ketentuan minimal usia perkawinan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor  1 Tahun 1974, maka sudah seharusnya batas usia minimal perkawinan dalam norma a quo disesuaikan dengan batas usia anak yang ditentukan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.Kedua, Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 22/PUU-XV/2017 sesuai dengan UUD 1945 yang memuat pada Pasal 28B ayat (1) “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”. Ayat (2) “Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Karena dengan jelas Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan telah menimbulkan diskriminasi atas dasar kelamin atau gender yang berdampak terhadap tidak terpenuhinya hak anak perempuan sebagai bagian dari hak asasi manusia yang di jamin dalam UUD 1945. Dalam suatu pernikahan baik pria atau wanita jika belum cukup umur (17 Tahun) jika melangsungkan pernikahan dapat dikatakan sebagai pernikahan usia dini. KHA (Konvensi Hak Anak) berprinsip dasar yaitu prinsip non-diskriminasi artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini merupakan pencerminan dari prinsip universalitas HAM. Di Indonesia sendiri pernikahan belum cukup umur ini marak terjadi, tidak hanya di desa melainkan juga di kota. Pernikahan dini pada remaja pada dasarnya berdampak pada segi fisik maupun biologis remaja, remaja yang hamil akan lebih mudah menderita anemia selagi hamil dan melahirkan, salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi. Kehilangan kesempatan mengecap pendidikan yang lebih tinggi. Disamping itu juga memiliki dampak psikologis bagi pelakunya. Pernikahan disini terdapat ketidak pastian hukum terutama terhadap perempuan karena syarat perkawinan perempuan usia 16 (enam belas) tahun dengan KHA berprinsip dengan non-diskriminasi dalam Undang-undang Perkawinan terdapat disrininasi yang terlihat dalam syarat perkawinan.

Kata Kunci: Putusan Mahkamah Konstitusi, Perkawinan, Hak Asasi Manusia.

Berkas PDF
NODOWNLOAD LINK
1FILE 1



File secara keseluruhan dapat di unduh DISINI