Latar Belakang: Kesadaran kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih sangat rendah khususnya pada daerah Kalimantan Selatan. Maloklusi menempati posisi ketiga setelah karies dan penyakit periodontal dalam kesehatan gigi dan mulut. Pravalensi maloklusi di Kalimantan Selatan untuk usia anak sekolah adalah 15,6% dan menjadi usia tertinggi dibandingkan usia lainnya. Kabupaten banjar merupakan salah satu dengan jumlah sekolah dasar terbanyak di Kalimantan Selatan dan Kecamatan Gambut adalah salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Banjar dan merupakan kecamatan dengan persentasi terendah dalam perawatan gigi dan mulu khususnya pada anak sekolah dasar. SDN Gambut 10 adalah sekolah yang belum pernah mendapatkan perawatan gigi dan mulut untuk kasus maloklusi. Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi, ketidaksesuaian lengkung rahang yang diluar batas kewajaran. Keparahan maloklusi dapat diukur dengan menggunakan indeks Handicapping Malocclusion Assesment Record (HMAR). Dampak dari maloklusi adalah menurunnya kondisi status gizi. Status gizi dapat diukur menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara maloklusi dengan kondisi status gizi.Metode: Penelitian ini menggunakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah murid SDN Gambut 10 dengan rentang usia 8-12 tahun. Sampel dipilih menggunakan metode purposive sampling berjumlah 52 responden yang terdiri dari 31 perempuan dan 21 laki-laki. Hasil: Hasil Spearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara maloklusi dengan kondisi status gizi. Analisis statistikdengan uji Spearman diperoleh nilai signifikansi sebesar p=0,001 (p<0,05). Kesimpulan: Semakin berat maloklusi maka semakin rendah kondisi status gizi pada siswa di SDN Gambut 10.