DIGITAL LIBRARY



JUDUL:REKONSTRUKSI SISTEM PERADILAN MILITER DALAM PERSFEKTIF KEMANDIRIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
PENGARANG:IBNU SALAM
PENERBIT:UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TANGGAL:2019-08-28


IBNU SALAM, 2019. REKONSTRUKSI SISTEM PERADILAN MILITER DALAM PERSPEKTIF KEMANDIRIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN.  Program Magister Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana, Universitas Lambung Mangkurat.  Pembimbing Utama : Prof. Dr. H. M. Hadin Muhjad, S.H., M.Hum., dan Pembimbing Pendamping : Dr. H. Ahmad Syaufi, S.H., M.H.
 
ABSTRAK
Kata kunci: Rekonstruksi, Sistem Peradilan Militer, Kemandirian Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung  dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya dalam Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan Peradilan Militer , Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. (Pasal 24 ayat (2) UUD 1945). Menurut Pasal 1 butir 1 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, Pengadilan adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Militer, yang terdiri dari Pengadilan Militer (Dilmil), Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti), Pengadilan Militer Utama (Dilmiltama) dan Pengadilan Militer Pertempuran. Dalam proses penegakan hukum sistem peradilan pidana di lingkungan Peradilan Militer melibatkan lembaga-lembaga non yudisial yaitu Komandan Satuan yang lebih dikenal dengan sebutan Atasan Yang Berhak Menghukum (Ankum), Perwira Penyerah Perkara (Papera) merupakan pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang untuk melaksanakan kewenangannya.  Penelitian ini merupakan penelitian normatif, yaitu penulis meneliti tentang ketidakmandirian Dalam Sistem Peradilan Militer dan juga konsep rekonstruksi Sistem Peradilan Militer kedepannya agar terjamin kemandirian
Hasil yang didapat dari penulisan penelitian ini menunjukan bahwa Penegakan hukum dalam Lingkungan Pengadilan Militer sangat tergantung  kepada Atasan yang berhak menghukum (Ankum) dan Perwira Penyerah Perkara (Papera). Hal tersebut menyebabkan Peradilan Militer tidak dapat dikatakan sebagai sebuah lembaga peradilan yang bebas, independen dan tidak memihak, dan diharapkan ke depan harus mandiri secara kelembagaan maupun secara fungsional, terbebas dari campur tangan lembaga-lembaga lain sebagai konsekuensi logis sistem negara hukum yang demokratis. Pembaharuan Sistem Hukum Pidana Militer, seyogyanya mencakup pembaharuan integral (sistemik) yaitu pembaharuan keseluruhan sub-sistem yang meliputi : (1) aspek “substansi hukum” (legal substance), baik berupa hukum pidana militer substantif dan hukum acara pidana militer, (2) aspek “sruktur hukum” (legal structure ) yang berkaitan dengan lembaga/aparat penegak hukumnya, dan (3) aspek  “budaya hukum” (legal culture).

Berkas PDF
NODOWNLOAD LINK
1FILE 1



File secara keseluruhan dapat di unduh DISINI