Abstrak. Kota Banjarbaru merupakan salah satu daerah berkembangnya budidaya tanaman jamur tiram, dimana produksinya selama lima tahun terakhir cenderung mengalami masalah fluktuasi dan terdapat perbedaan dalam menjalankan usahataninya. Perbedaan tersebut mengarah pada keadaan struktur biaya dan pola yang diterapkan oleh petani, yakni pola usahatani mandiri dan pola usahatani non mandiri. Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui besar biaya, penerimaan dan keuntungan, nilai titik impas (break even point) serta masalah yang dihadapi petani saat proses budidaya jamur tiram. Jenis data berupa data primer dan data sekunder. Penetuan lokasi dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), yakni di Kec. Cempaka dan Kec. LU, Banjarbaru. Responden ditentukan dengan metode sensus sebanyak 20 orang. Periode analisis dilakukan selama 3 bulan dari juli sampai september 2019. Berdasarkanhasil penelitian, rata-rata biaya total pada pola mandiri yang dikeluarkan adalah Rp1.243.581,-/petani dengan penerimaan sebesar Rp6.248.329,-/petani dan keuntungan yang diperoleh ialah Rp5.004.749,-/petani. Sedangkan pada pola non mandiri rata-rata biaya total adalah sebesar Rp2.529.411,-/petani dengan penerimaan sebesar Rp10.974.286,-/petani dan  keuntungan yang diterima adalah Rp8.444.875,-/petani.Nilai titik impas usahatani jamur tiram di Kota Banjarbaru pada pola mandiri tercapai pada saat produksi sebesar 20,08 kg dengan nilai penerimaan Rp455.551,-. Untuk pola non mandiri titik impas tercapai pada saat produksi sebesar 24,57 kg dengan nilai penerimaan Rp614.330,-.Masalah yang dihadapi adalah kurangnya kelembaban, pecahnya baglog, serangan hama gurem, larva dan serangga serta kelebihan produksi khususnya pada petani pola non mandiri.

Kata kunci: struktur biaya, jamur tiram, keuntungan, break even point