Seiring berkembangnya zaman, pertempuran bisnis juga semakin mengetat akibat

kemudahan dalam mendirikan usaha. Hal ini mengakibatkan banyaknya para

pelaku usaha yang berusaha menggaet keuntungan dengan menerapkan berbagai

jenis strategi marketing, salah satunya up selling. Namun di tengah praktiknya, up

selling sering kali dianggap merugikan konsumen, terutama dalam usaha kuliner.

Up selling dianggap dapat memanfaatkan kelemahan konsumen sehingga pelaku

usaha dapat mendapatkan keuntungan lebih. Indonesia memiliki Undang-Undang

Perlindungan Konsumen yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang

mengatur apa saja yang dilarang dan diperbolehkan dalam melakukan kegiatan

usaha untuk melindungi konsumen. Penelitian ini berfokus kepada apakah

Indonesia mengatur legalitas up selling serta batasannya dalam rangka melindungi

konsumen sebagai pihak terlemah dalam dunia bisnis. Penelitian ini adalah

penelitian normatif yang menggunakan studi kepustakaan dan penelitian yang

bersifat preskriptif. Melalui studi pustaka yang dilakukan, ditemukan bahwa

Pertama: Indonesia memperbolehkan up selling untuk dilakukan selama pelaku

usaha memberitahukan adanya kenaikan harga serta kenaikan value barang.

Sehingga, syarat sah perjanjian yang tertuang pada Pasal 1320 dan 1321

KUHPerdata terlaksanakan. Selain itu, tidak ada pelanggaran hak konsumen,

kewajiban, serta larangan pelaku usaha yang telah di atur dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen. Kedua: Konsumen berhak untuk menuntut pelaku usaha

apabila pelaku usaha terindikasi melanggar Pasal 4 mengenai hak-hak konsumen,

Pasal 7 mengenai kewajiban pelaku usaha, dan Pasal 8, 10, dan 17 mengenai

perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha saat melakukan praktik up selling.

Kata Kunci: Gerai Usaha Makanan, Perlindungan Konsumen, Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999, Up Selling